mister jojok

Minggu, 06 September 2015

Undang-Undang No. 72 Tahun 1958

UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 1958
TENTANG
PAJAK VERPONDING UNTUK
TAHUN-TAHUN 1957 DAN BERIKUTNYA

PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,

Menimbang:
a.              bahwa oleh karena didalam praktek pemungutan
tiap-tiap tahun pajak verponding ternyata menimbulkan banyak pekerjaan,
dianggap perlu untuk mengubah sistim pemungutan tiap-tiap tahun yang kini
berlaku sejak akhir perang dunia kedua;
b.              bahwa selanjutnya dipandang perlu untuk
menyesuaikan pemungutan pajak verponding dengan hubungan tata-usaha dan
ketatanegaraan yang telah berubah, dengan antara lain mengadakan pembebasan
secara timbal-balik untuk gedung-gedung kepunyaan pemerintah asing yang melulu
dipergunakan untuk dinas diplomatik atau konsuler.

Mengingat:
a.              Undang-undang No. 33 tahun 1953 tentang
penetapan "Undang-undang Darurat No. 15 tahun 1952 untuk pemungutan pajak
verponding untuk tahun-tahun 1953 dan berikutnya" (Lembaran Negara tahun
1953 No. 83) sebagai Undang-undang;
b.              pasal 89 yo. pasal 117 Undang-undang Dasar
Sementara Republik Indonesia.

Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
Undang-undang tentang pemungutan Pajak
Verponding untuk tahun-tahun 1957 dan berikutnya.

Pasal 1
Undang-undang No. 33 tahun 1953 tentang
penetapan "Undang-undang Darurat No. 15 tahun 1952 tentang pemungutan
pajak verponding untuk tahun-tahun 1953 dan berikutnya" (Lembaran Negara
tahun 1953 No. 83) berlaku terakhir untuk pemungutan dalam tahun 1956 pajak
tersebut.

Pasal 2
Mulai tahun 1957 benda-benda tetap seperti yang
termaktub dalam pasal 3 "Verpondingsordonnantie 1928" dikenakan pajak
yang disebut "verponding" juga, untuk mana berlaku semua
ketentuan-ketentuan "Verpondingsordonnantie 1928", kecuali hal-hal
sebagai berikut:

1.

a.

Tanggal permulaan masa yang harus dikenakan pajak
merupakan juga saat yang menentukan untuk pemungutannya;



b.

Berhubung dengan apa yang ditentukan pada a tidak berlaku:





(1)

dari pasal 1: yang termaktub pada ke-2;





(2)

dari pada 15a ayat 1: baris kedua seluruhnya;





(3)

dari pasal 32:







aa.

pada ayat 1 kata-kata: "of in het jaar, onmiddelijk
daaraan voorafgaande";







bb.

pada ayat 2 kata-kata: "of indien dit laatste is
geschied in den loop van het aan het belastingtijdvak voorafgande jaar, met
ingang van het tijdvak";





(4)

dari pasal 33:







aa.

pada ayat 1 kata-kata: "dan wel, indien dit valt in
het jaar onmiddelijk aan het belastingtijdvak voorgaande, met ingang van het
belastingtijdvak";







bb.

pada ayat 2, huruf b kata-kata; dan wel de aanvang van een
kalenderrnaand in het jaar onmiddelijk aan het belastingtijdvak voorafgaande,
mits alsdan de aanslag over een vol belastingtijdvak heeft plaats
gehad".

2.

a.

Penetapan harga verponding dan pengenaan jumlah pajak yang
terhutang pada tiap-tiap tahun dilakukan setiap kali untuk masa tiga tahun
takwim, pertama mulai pada tanggal 1 Januari 1957;



b.

Masa seperti yang dimaksud pada a disebut "masa
pajak";



c.

Berhubung dengan apa yang ditentukan pada a dan b;





(1)

pasal 15 ayat 1 dan 2 ditiadakan.





(2)

kata-kata "vijfjarig" dalam pasal 41 ayat 2
ditiadakan.

3.

Kata-kata "nabijgelegen" dalam pasal 6 ayat 3
ditiadakan.

4.

Dalam menjalankan pasal 6 ayat 6 maka biaya-perolehan pada
saat yang menentukan ketetapan-pajak ditetapkan atas dasar biaya untuk
mendapat pada 1 Januari 1942.

5.

Anak kalimat yang dikurung mulai dengan kata
"voor" dan berakhir dengan kata-kata "assistent-resident"
beserta pula empat kata-kata berikutnya pada pasal 19 ayat 2 ditiadakan.

6.

Kata-kata "derde en vierde" dalam pasal 20 ayat
4 harus dibaca "tweede en derde".

7.

Kata "Inlandsche" dalam pasal 23 ayat 1 harus
dibaca "Indonesische".

8.

Dalam pasal 26:



a.

pada ayat 1 kata-kata "in de buitengewesten bij het
Hoofd van gewestelijk of plaatselijk bestuur en op Java en Madoera bij den
resident-afdelinghoofd of den assisten-residen" harus dibaca: "bij
het hoofd van plaatselijk bestuur".



b.

kata-kata "op Java en Madura mede bij den
regent" pada ayat 3 ditiadakan.

9.

Dalam pasal 32 ayat 3 dan pasal 35 ayat 1 kata-kata
"het hoofd van gewestelijk of plaatselijk bestuur (voor de
Gouvernementslanden van Java en Madoera: dengan resident-afdelings-hoofd of
den assistent-resident)" harus dibaca: "het hoofd van plaatselijk
bestuur".

10.

Dalam pasal 38 ayat 1 kata "een" harus dibaca
"vijf".

11.

Bilamana terdapat kata-kata harus dibaca:



a.

"Directeur van Financien" "Menteri
Keuangan". atau "Direkteur".



b.

"hoofdinspecteur van Fi- "Kepala Jawatan
Pajak". nancien".



c.

"het hoofd der inspectie" "Kepala Inspeksi
Keuangan ataupun "voortneld hoofd ataupun "Kepala Inspeksi Ke-der
inspected "het in- uangan tersebut", "Kepala
spectiohoofd" dan "dat Inspeksi Keuangan" dan
Ke-inspectiehoofd". pala Inspeksi Keuangan itu".



d.

"Inspecteur" "Kepala Inspeksi
Keuangan".



e.

"Inspecteurs en ajunct "Inspektur
Keuangan". inspecteurs".



f.

"Batavia". "Jakarta".

Pasal 3
Bebas dari pajak verponding ialah benda-benda
tetap, atas nama suatu pemerintah asing yang melulu mempergunakan untuk dinas
diplomatik atau konsuler, dengan syarat bahwa bilamana pemerintah asing
tersebut memungut pajak semacam verponding dalam hal-hal yang sama memberikan
pembebasan secara timbal-balik kepada Republik Indonesia.

Pasal 4
Kepala Jawatan Pajak berkuasa untuk mengadakan
peraturan untuk tidak memungut pajak untuk sebagian atau seluruhnya atas benda
tetap yang berhubung dengan keadaan sekarang hanya sebagian atau sama sekali
tidak memberikan hasil apapun kepada wajib-pajak selama masa terjadinya hal
tersebut.

Pasal 5
Menteri Keuangan berkuasa untuk mengadakan
peraturan-peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-undang ini.

Pasal 6
(1)            Undang-undang ini mulai berlaku pada hari
diundangkan dan mempunyai daya surut sampai tanggal 1 Januari 1957.
(2)            Undang-undang ini dapat disebut
"Undang-undang verponding 1957".
(3)            Selama undang-undang ini berlaku maka
"Verpondingsordonnantie 1928" dalam Staatsblad 1928 No. 342, seperti
yang telah diubah dan ditambah, terakhir dengan ordonnantie dalam Staatsblad
1937 No. 153 dinyatakan tidak berlaku.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.


Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 9 September
1958
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Ttd.
SOEKARNO.

Diundangkan,
Pada Tanggal 15
September 1958
MENTERI KEHAKIMAN,
Ttd.
G.A. MAENGKOM

MENTERI KEUANGAN,
Ttd.
SOETIKNO SLAMET

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1958 NOMOR 126



PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 1958
TENTANG
PAJAK VERPONDING UNTUK
TAHUN-TAHUN 1957 DAN BERIKUTNYA*)

A.             UMUM
Keadaan-keadaan luar biasa yang timbul dinegeri
ini sesudah pendudukan tentara Jepang, merupakan suatu rintangan untuk memungut
pajak verponding menurut peraturan dalam ordonansi verponding 1928. Penyesuaian
dan pembaharuan ordonansi ini pada itu waktu tidak dapat diselenggarakan secara
luas mengingat kurangnya tenaga yang ada pada Jawatan Pajak. Supaya pemungutan
pajak verponding bisa berjalan terus maka untuk tahun-tahun 1947 sampai dengan
1952 setiap kali diadakan peraturan sementara yang berlaku untuk 1 tahun, dalam
hal mana diadakan perubahan tehnis yang paling perlu dalam ordinansi verponding
1928 (Staatsblad 1947 No. 132, Staatsblad 1948 No. 148 dan No. 340, Staatsblad
1949 No. 436 dan Lembaran Negara tahun 1952 No. 50 dan 51). Oleh karena
kemudian, keadaan masih belum menjadi baik, maka pemungutan pajak verponding
diatur tetap berdasarkan peraturan baru (Lembaran Negara No. 83 tahun 1953)
dengan ketentuan bahwa berbeda dengan yang lalu, peraturan ini tidak hanya
untuk satu tahun, akan tetapi untuk waktu yang tidak terbatas sehingga sekarang
masih berlaku. Meskipun keadaan tertentu yang pada itu waktu merintangi
penyesuaian dan pembaharuan ordonansi verponding 1928 secara luas, sekarang
tidak lagi, akan tetapi hal-hal yang baru timbul semenjak itu tidak membenarkan
suatu penyesuaian dan pembaharuan sedemikian. Seperti telah dimaklumi mulai
1951 pajak bumi dan pajak atas tanah usaha jakni pemungutan yang sebagaimana
mempunyai sifat pajak tanah dihapuskan (Lembaran Negara 1951 No. 84) sehingga
pajak verponding pun juga yang disebut pajak verponding Indonesia merupakan
satu- satunya pajak tanah dengan akibat bahwa hanya sebagian kecil saja dari
semua tanah dalam wilayah Indonesia yang dibebani dengan suatu hak kebendaan
dikenakan pajak semacam itu. Oleh karena masih terdapat cukup alasan untuk
mempertahankan adanya pajak tanah dalam susunan pajak, maka penggantian kedua
pemungutan yang masih berlaku itu dengan pajak tanah baru untuk semua tanah
yang dibebani dengan hak kebendaan dapat dipertimbangkan juga apabila lepas
dari persoalan apa sekarang telah tiba waktunya, sekarang tidak ternyata bahwa
menurut rancangan Undang-undang tentang Pajak Daerah yang pada waktu ini
disampaikan kepada Parlemen untuk diselesaikan baik pajak verponding maupun
pajak verponding Indonesia dimaksudkan sebagai pajak yang setelah Undang-undang
tersebut disahkan pemungutan akan diselenggarakan oleh daerah, dengan lain
kata, pajak-pajak itu dipandang sebagai pajak daerah. Ditinjau dari sudut ini
maka dianggap kurang perlu sekarang masih melakukan maksud semula untuk
menyelesaikan dan memperbaharui ordonansi pajak verponding 1928 secara luas.
Tetapi pertimbangan praktis, mengingat banyaknya pekerjaan yang bertalian
dengan sistim pemungutan pajak tiap-tiap tahun seperti sekarang, menganggap
perlu untuk yakni dalam penyelenggaraan pemungutan pajak verponding mengadakan
perubahan-perubahan sedemikian, sehingga pemungutannya untuk selanjutnya tidak
lagi dilakukan untuk masa tiap tahun, melainkan untuk masa tiga tahun
berturut-turut. Dengan demikian tidak diadakan perubahan pada dasar-dasar
pemungutan. Perubahan seperti yang dimaksud itu dipergunakan pula untuk menyelesaikan
pemungutan kepada hubungan ketatanegaraan dan tata-usaha yang telah berubah,
hal mana seperti yang disebut pertama itu menghendaki supaya berdasarkan
perlakuan timbal balik mengadakan pembebasan pajak verponding untuk
gedung-gedung atas nama suatu negara asing yang melulu dipergunakan untuk dinas
diplomatik atau konsuler.
B.             PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2

Ke-1.

a.

Ketentuan ini telah dimuat data ordonansi verponding 1947
(Statsblad No. 132) dan dimuat pula dalam peraturan- peraturan berikutnya,
sehingga tidak diperlukan penjelasan lebih lanjut.



b.

Cukup jelas.

Ke-2.

a.

Dalam bagian umum dari memori penjelasan ini telah
dikemukakan, bahwa berhubung dengan pertimbangan-pertimbangan dari praktek,
melulu yang disebabkan oleh banyaknya pekerjaan yang bertalian dengan sistim
pemungutan pajak verponding tiap-tiap tahun, yang berlaku semenjak 1947,
dianggap perlu untuk mengubah hal ini. Diharap, bahwa dengan berlakunya
peraturan pemungutan pajak untuk masa tiap kali tiga tahun berturut-turut
keberatan seperti yang dimaksud itu telah mendapat perhatian seperlunya.



b.

Cukup jelas.



c.

idem

Ke-3.

Lihat ke 1 di bawah a.

Ke-4.

idem

Ke-5.

Cukup jelas.

Ke-6.

Lihat ke-1 di bawah a.

Ke-7.

Cukup jelas.

Ke-8.

idem

Ke-9.

idem

Ke-10.

Ketentuan ini telah dimuat data ordonansi verponding 1948
(Statsblad No. 148) dan dimuat pula dalam peraturan-peraturan berikutnya,
sehingga tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut.

Ke-11.

a.

Mengenai ini hendaknya dilihat pada pasal 4 ayat 1, ke-2,
ke-5 dan ke-9, huruf a, pasal 19 ayat 3, 4 dan 5, pasal 22 ayat 1, pasal 25 a
ayat 3 dan pasal 31 ayat 4.



b.

Mengenai ini hendaknya dilihat pasal 4 ayat 1 ke-6, pasal
16 ayat 4, pasal 19 ayat 1, pasal 20 ayat 1, pasal 22 ayat 2, pasal 26 ayat 5
dan 6, pasal 37, pasal 38 ayat 1, pasal 40 ayat 1 dan pasal 48.



c.

Mengenai ini hendaknya dilihat pasal 16 ayat 3, 5 dan 7,
pasal 17 ayat 1, pasal 18 ayat 2, pasal 19 ayat 1, pasal 20 ayat 1, 2 dan 3,
pasal 22 ayat 1, pasal 23 ayat 1, pasal 24, pasal 25 a ayat 3, pasal 26 ayat
1 dan 5, pasal 30 ayat 1 dan 2, pasal 32 ayat 2, 3, 4 dan 5, pasal 35 ayat 1
dan 2, pasal 38 ayat 1, 3 dan 4, pasal 39, pasal 40 ayat 1, 2 dan 5, pasal 46
ayat 2 huruf a, pasal 47 ayat 2 huruf a, dan pasal 48.



d.

Mengenai ini hendaknya dilihat pasal 17 ayat 3, pasal 20
ayat 1 dan pasal 48.



e.

Mengenai ini hendaknya dilihat pasal 23 ayat 1.



f.

Mengenai ini hendaknya dilihat pasal 27, pasal 31 ayat 5
dan pasal 36.

Pasal 3
Pembebasan baru ini didasarkan atas perlakuan
saling menghormat internasional dan memberi kepastian hukum pada praktek yang
telah berjalan lama. Seperti ternyata dari susunan kata-kata, pembebasan itu
hanya diberikan berdasarkan perlakuan secara timbal-balik dan selanjutnya masih
dengan syarat, bahwa gedung-gedung yang bersangkutan terdaftar atas nama negara
asing yang berkepentingan dan melulu dipergunakan untuk dinas diplomatic atau
konsuler. Hal yang terakhir ini dianggap terjadi tidak hanya dalam hal suatu
gedung dipergunakan sebagai ruangan kantor, akan tetapi juga apabila
dipergunakan sebagai tempat kediaman dinas Duta Besar/Duta atau Konsul
(Jenderal). Rumah-rumah pegawai kedutaan atau konsulat lainnya, bungalow,
tempat istirahat dan selanjutnya juga pusat-pusat kebudayaan dan propaganda,
tidak mendapat kebebasan.

Pasal 4
Ketentuan ini sudah dimuat dalam Ordinansi
verponding 1947 (Staatsblad No. 132) dan dimuat pula dalam peraturan-peraturan
berikutnya sehingga tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.


Diketahui:
MENTERI KEHAKIMAN,
Ttd.
G.A. MAENGKOM

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1659

CATATAN
*)Disetujui D.P.R. dalam rapat pleno terbuka
ke-92 pada tanggal 30 Juli 1958, pada hari Rabu, P.332/1958.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar